BANDUNG - Polisi
menggeledah rumah pasangan suami istri Andianto Setiabudi serta Yulinda
Tjendrawati buntut dari kasus penipuan dan penggelapan di perusahaan
Cipaganti Group. Andianto sendiri merupakan Direktur Utama dalam usaha
koperasi berperan sebagai pengawas dan Yulinda menjabat sebagai
bendahara.
Sedangkan kediaman Djulia Sri Rejeki
yang menjabat Wakil Ketua dan merupakan Kakak Andianto tidak turut
diperiksa. Namun sejumlah kantor di beberapa tempat tidak luput dari
penggeledahan.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda
Jabar, Kombes Pol Sayyidal Mursalin mengatakan penggeledahan dilakukan
di beberapa lokasi seperti Perumahan Kumala Garden Kota Bandung dan
berhasil membawa beberapa dokumen.
"Sudah dua hari berturut-turut kami
lakukan penggeledahan. Kita sudah izin juga ke Pengadilan Negeri
(Bandung) untuk menggeledah," katanya saat ditemui di Bandung, Rabu
(25/6).
Ditambahkannya, penggeledahan sendiri
dilakukan untuk mencari barang bukti terkait 6 laporan dugaan
penggelapan perusahaan bermodus koperasi yang berdiri sejak 2002 ini.
"Apa saja yang disita. Kita belum bisa sampaikan berapa jumlah pastinya," ucapnya.
Diberitakan sebelumnya, Andianto
Setiabudi, Yulinda Tjendrawati dan Djulia Sri Rejeki, tiga petinggi
perusahaan Cipaganti Group diciduk oleh pihak kepolisian terkait kasus
penggelapan dan penipuan yang dilakukan perusahaan Cipaganti kepada
beberapa mitra usahanya.
Modus yang digunakan oleh pelaku adalah
dengan kegiatan koperasi yang bekerjasama dengan sekitar 8.700 mitra
usaha yang ingin menanamkan modalnya dan terkumpul dana sekitar Rp 3,2
triliun.
Perusahaan ini menawarkan sistem bagi
hasil keuntungan antara 1,6 persen sampai 1,95 persen per bulan
tergantung tenor. Dana itu dikelola oleh koperasi untuk kegiatan
perumahan, SPBU, transportasi, perhotelan, alat berat dan tambang.
Namun berdasarkan hasil pemeriksaan,
diketahui bahwa dana mitra tersebut digunakan kepada PT. CCG sebesar Rp
200 miliar, PT. CGT sebesar Rp 500 miliar, PT. CGP Rp 885 juta.
Keseluruhannya merupakan milik pelaku dengan kesepakatan bagi hasil 1,5
persen dan 1,75 persen.
Dalam perjalanannya terhitung sejak
Maret 2014, koperasi gagal bayar dan tidak berjalan. Sedangkan sisa uang
mitra tidak jelas penggunaannya serta cenderung tidak dapat
dipertanggung jawabkan.
Selain itu dari hasil penyelidikan
selama ini dana yang digunakan untuk memberikan bagi hasil bulanan
kepada mitra yang lebih dulu menjali kerjasama, dipastikan berasal dari
dana mitra lainnya yang ikut bergabung belakangan.
Serta pada saat awal bermitra, dana
kerjasama langsung diberikan sebesar 1,5 persen hingga 2 persen kepada
freeline marketing yang bisa berhasil menarik pemodal sebagai fee.
Sehingga dana para mitra tidak semuanya digunakan untuk kegiatan usaha.(*)
No comments:
Post a Comment