Foto: Ilustrasi |
Plat Merah | JAKARTA - Apabila Menko
Perekonomian Chairul Tanjung (CT) berpihak kepada rakyat, maka CT harus segera
mengadukan Hatta Radjasa dan Muhammad Riza Chalid sebagai gembong mafia minyak
dan gas (migas) yang memiskinkan rakyat.
"Selama ini Indonesia terus bergantung
pada bahan bakar minyak (bbm) impor, sengaja tidak mendirikan kilang
pengolahan, hanya supaya impor jalan terus dan komisi diperoleh mafia,"
ujar Syafti Hidayat, Direktur Riset Badan Pemerhati Migas (BP Migas), dalam
aksi unjuk rasa di Jakarta, Kamis (5/6).
Menurut penelusuran BP Migas, mafia Hatta-Riza
bukan hanya impor bbm untuk kebutuhan dalam negeri, tetapi cengkeraman luas
dalam seluruh bisnis migas di Indonesia, termasuk ekspor.
"Siapa yang menjadi direksi dan komisaris
di Pertamina, keluar dari kantong mafia. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY) gagal membasmi mafia migas, malah menyuburkannya," kata Syafti
Hidayat.
BP Migas berharap, dengan kekayaan keluarga CT
yang sudah sangat mapan, maka saatnya mendahulukan kepentingan bangsa ke depan.
"CT sudah tak butuh uang ke kantong pribadi, tolong bantu rakyat saja,
adukan mafia migas," tandasnya.
Mafia Kakap
Migas di Indonesia dikuasai mafia kakap. Mafia mengendalikan
(Pertamina Trading Energy Ltd (Petral), anak perusahan Pertamina yang bergerak
di bidang perdagangan minyak. Tugas utama Petral adalah menjamin supply kebutuhan minyak yang dibutuhkan
Pertamina/Indonesia dengan cara impor.
Nilai impor oleh yang sedikitnya Rp 300 triliun
per tahun, sejak lama diatur mafia, yaitu Muhammad Riza Chalid. Pengamat
kebijakan publik Ichsanuddin Noorsy pernah
mengatakan, Muhammad Riza Chalid sebagai mafia minyak sudah dikenal
sejak era Soeharto. Riza powerful,
mengatur berbagai transaksi.
Riza menguasai Petral selama puluhan tahun
melalui kerja sama dengan lima broker minyak: Supreme Energy, Orion Oil,
Paramount Petro, Straits Oil dan Cosmic Petrolium -- berbasis di Singapore, terdaftar
di Virgin Island (yang bebas pajak). Kelima perusahaan inilah mitra utama
Pertamina/Petral. Tender, hanya formalitas, yang menang adalah anggota
"pasuka lima."
Nama Riza tidak tercantum dalam akte Global
Energy Resources, melainkan Iwan Prakoso (WNI), Wong Fok Choy dan Fernadez P
Charles. Namun sesungguhnya, pemilik adalah Riza. Akan halnya Hatta Radjasa,
tak lebih sebagai "kaki tangan" Riza.
Riza mengatur agar Indonesia bergantung pada
bbm impor yang sedikitnya 200 juta barel per tahun. Kelompok Riza selalu
menghalangi pembangunan kilang pengolahan bbm dan perbaikan kilang minyak di
Indonesia.
Mark Up
Harga beli minyak mentah Petral sepanjang tahun
2011 rata-rata US$ 113,95/barel. Padahal, harga rata-rata minyak dunia jenis brent (kualitas baik) pada tahun 2011 hanya
US$ 80-100/barel, di mana harga tertinggi US$ 124/barel.
Ada mark
up harga oleh Petral minimal sebesar US$ 5 /barel. Jika diaudit lebih rinci,
mark up bisa sampai USD 30/barel.
Mafia minyak mengatur untuk membeli minyak mentah dari Arab/Afrika, lalu diolah
di kilang Singapura, baru diekspor ke Indonesia.
Meski ada indikasi terjadi mark up, namun, menurut Ichsanuddin
Noorsy, sulitnya mencari auditor yang bisa kita percaya bahwa ada mark up US$ 5 per barel.
Di samping Riza, dulu Tommy Suharto juga
disebut-sebut sebagai salah satu mafia minyak. Perusahaan Tommy diduga
melakukan mark up atau titip US$
1-3/barel. Kita sudah tahu siapa Tomy Suharto, tetapi siapakah Muhammad Riza
Chalid ? Dia adalah WNI keturunan Arab yang dulu dikenal dekat dengan keluarga
Cendana. Riza, pria berusia 55 tahun ini disebut-sebut sebagai ‘penguasa abadi’
dalam bisnis impor minyak RI. Dulu dia akrab dengan Suharto. Sekarang merapat
dengan SBY.
Dirut Pertamina akan gemetar dan tunduk jika
ketemu dengan Riza. Siapa pun pejabat Pertamina yang melawan kehendak Riza akan
lenyap alias terpental. Termasuk Ari Soemarno, Dirut Pertamina yang dicopot
jabatannya.
Ari Soemarno dulu terpental dari jabatan Dirut
Pertamina gara-gara hendak memindahkan Petral dari Singapura ke Batam. Riza
tidak setuju. Ari selanjutnya dipecat. Jika Petral berkedudukan di Batam/Indonesia,
pemerintah dan masyarakat luas lebih mudah mengawasi operasional Petral yang
terkenal korup. Ini yang dicegah Riza.
Para perusahaan minyak dan broker minyak
internasional mengakui kehebatan Riza sebagai God Father bisnis impor minyak Indonesia. Di Singapura, Riza dijuluki
sebagai Gasoline God Father. Lebih
separuh impor minyak RI dikuasai Riza. Tidak ada yang berani melawannya.
Beberapa waktu lalu Global Energy Resources, perusahaan milik Riza
pernah diusut karena temuan penyimpangan laporan penawaran minyak impor ke
Pertamina. Tapi kasus tersebut hilang tak berbekas dan para penyidiknya diam
tak bersuara. Kasus ditutup. Padahal itu diduga hanya sebagian kecil saja.
Hatta di belakang Riza
Hatta
Rajasa adalah tokoh yang berada di belakang Riza. Menurut Majalah Forum Keadilan, dalam menjalankan
operasinya, Riza-Hatta melakuan segala cara.
Hatta
Rajasa disinyalir memiliki kedekatan dengan mafia minyak yang berbasis di
Singapore, Mohammad Reza dari Global Energy Resources. Hatta dan Riza merekomendasikan
60 persen jago-jagonya menjadi jajaran Kabinet Presiden SBYdengan biaya dari Riza.
Memang, bergabung dengan Partai Amanat
Nasional, Hatta Radjasa sudah dikenal dan merupakan pelaku bisnis bidang minyak
dan energi. (dd)
No comments:
Post a Comment