JAKARTA – Kepala Desa
Suka Maju, Kecamatan Tanjungpura, Kabupaten Langkat, Muhammad Ramlan,
didampingi Kelompok Studi dan Edukasi Masyarakat Marginal (K-SEMAR),
mengadu ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ramlan mengadu karena tidak terima
ditempatkan seorang diri sebagai tersangka oleh Polres Langkat, terkait
dugaan korupsi empat paket pengadaan pembangunan di beberapa desa yang
ia kerjakan, dimana anggarannya berasal dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) Tahun 2013.
Menurutnya, dalam kasus tersebut dirinya
hanya melaksanakan pengerjaan berdasarkan perintah Ketua DPRD Kabupaten
Langkat, Rudi Hartono Bangun.
“Pengerjaan dan pengadaan empat proyek
saya laksanakan atas perintah langsung Rudi Hartono Bangun. Beliau
mengantongi 31 paket proyek. Untuk setiap proyek saya hanya menerima
berkisar Rp 55 juta hingga Rp 65 Juta. Padahal nilai proyeknya itu
hingga ratusan juta,” ujarnya saat dihubungi JPNN, Minggu (29/6).
Ramlan mencontohkan semisal untuk proyek
pengerasan Jalan Dusun V sepanjang 1.000 meter x 2,5 meter, Desa Suka
Jadi, Kecamatan Hinai, nilai anggarannya mencapai Rp 200 juta. Kemudian
untuk pengerasan Jalan Dusun IV, Desa Suka Jadi, Kecamatan Hinai,
mencapai 200 juta. Pengerasan jalan Dusun I Desa Batu Melanggang, Hinai,
nilai proyeknya Rp 180 juta dan pengerasan jalan Dusun VII ke Dusun IX,
Desa Cempa, Hinai, nilai proyeknya Rp 185 juta.
“Jadi anggaran yang diserahkan beliau
(Rudi Hartono Bangun) kepada saya sangat kecil. Membuat saya mengalami
kerugian hingga puluhan juta rupiah. Saya juga terlilit utang pada
penyedia material,” katanya.
Selain terlilit utang, Ramlan juga
mengaku dirinya dilaporkan masyarakat ke Polres Langkat pada April lalu,
karena buruknya kualitas pengerjaan. Padahal itu dilakukan atas
perintah pemilik proyek.
“Semua ada buktinya. Itu saya serahkan
ke KPK. Termasuk nomor telepon genggam RHB dan sejumlah rekaman
pembicaraan saya lewat SMS dengan beliau,” ujarnya.
Dihubungi terpisah, anggota penggiat
antikorupsi K-SEMAR, M Piliang, membenarkan keterangan Ramlan.
Menurutnya, kedatangan mereka ke KPK pada Selasa (17/6) lalu untuk
memerkuat pengaduan yang telah dilayangkan pada 22 Mei 2014 lalu.
“Kami melaporkan adanya permainan proyek
yang bersumber dari APBD Langkat milik RHB yang setiap tahunnya diduga
mencapai puluhan miliar rupiah. Patut diduga beliau menyalahgunakan
jabatan atau kedudukannya yang dapat merugikan keuangan negara
sebagaimana dimaksud Pasal 3 dan pasal 7 dari Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999, jo UU Nomor 20 tahun 2001, tentang pemberantasan tindak
pidana korupsi,” katanya.
Dijelaskan, di Kecamatan Hinai untuk
tahun 2013 saja, menurut Piliang, RHB mengantongi 31 paket pengerjaan
pembangunan, lewat sejumlah perusahaan yang mengatasnamakan keluarga
dekatnya.
“Ini modus baru. Nilai anggaran untuk
setiap paket memang hanya Rp 150-200 juta. Tapi kalau sampai puluhan
paket, itu nilainya miliaran rupiah. Karena itulah kami melaporkannya ke
KPK,” katanya.
Selain mengadukan RHB, K-SEMAR kata
Piliang, pada saat itu juga melaporkan dugaan penyelewengan penggunaan
anggaran tunjangan komunikasi insentif (TKI) pimpinan dan anggota DPRD
Kabupaten Langkat.
Juru Bicara KPK, Johan Budi, beberapa
waktu lalu menyatakan, lembaganya terbuka untuk setiap pengaduan dugaan
korupsi yang datang dari masyarakat. Namun untuk dapat menentukan apakah
KPK akan meningkatkan pengaduan ke tahap penyelidikan, KPK akan
melakukan pengkajian terlebih dahulu terhadap pengaduan yang ada.
“Untuk pengaduan dilayangkan ke Divisi
Pengaduan Masyarakat KPK. Tim akan memelajarinya terlebih dahulu. Nanti
akan dilihat apakah memenuhi syarat sebagaimana ketentuan
undang-undang,” katanya.(Jp)
No comments:
Post a Comment