Plat Merah | JAKARTA
- Debat sastra adalah dunia
unik yang lepas dari segala warna dan aroma kekuasaan. Jika kepolisian memasuki
debat sastra sama dengan mencemari sastra, mengadili pikiran, memaksa sastrawan
menjawab apa saja sesuai keinginan penyidik.
"Kalau aroma kekuasaan polisi campur tangan dalam
debat sastra Saut Situmorang cs, sungguh kemunduran," kata Sihol
Manullang, Ketua Umum Barisan Relawan Jokowi Presiden (BaraJP) di Jakarta Sabtu
(28/3).
Sihol mengatakan, Kemenangan Jokowi adalah kebangkitan
rakyat, ekspresi kebebasan rakyat menentukan pilihan, lepas dari sekat partai
politik. Sudah terbukti, Parpol dan kekuasaan, tidak bisa mengintervensi
pikiran rakyat.
"Estetika dan puisi, dunia yang berbeda dengan
kepolisian. Walaupun ada pengaduan, tetapi seharusnya polisi tidak buta. Harus
ada nurani kejujuran," kata Sihol, menanggapi penjemputan polisi terhadap
penyair Saut Situmorang dari Yogya.
Sihol yang mantan wartawan Suara Pembaruan (1986-2000) dan dulu sering menulis tentang seni,
mengatakan, interpretasi dalam sastra juga berbeda dengan ilmu atau filsafat.
"Ketika
kekasihku bersumpah cintanya tulus, aku percaya kepadanya, meski aku tahu dia
berdusta," ungkapnya, mengambil contoh
karya sastrawan legendaris Inggris, William Shakespeare dalam Soneta 136, dua makna berbeda dalam satu
kalimat.
"Puisi adalah sebuah mitos kecil tentang kemampuan manusia
untuk membuat hidupnya lebih bermakna. Pada akhirnya, puisi
bukan sesuatu yang kita lihat. Lebih tepatnya, puisi
adalah cahaya yang membuat kita melihat sesuatu lebih jelas, dan sesuatu itu
adalah hidup," Sihol mengutip
defisini/makna puisi menurut Robert Penn Warren.
Dari
contoh ke dua karya sastra tersebut, dari definisi puisi, maka puisi tidak bisa
dipegang, bukan benda, maka tak bisa menjadi barang bukti. Jelas, bukan
merupakan wilayah kepolisian lagi. Jika diteruskan, yang terjadi adalah
pemaksaan aroma kekuasaan dalam pikiran yang tidak berwujud kenyataan.
Sastrawan
Yogyakarta, Saut Situmorang, dijemput petugas Kepolisian Resor Jakarta Timur di
rumahnya di Danunegaran, Mantrijeron, Yogyakarta, siang ini, Kamis, 26 Maret
2015.
Saut Situmorang adalah penyair Yogyakarta, penulis kumpulan puisi Saut Kecil Bicara dengan Tuhan. "Karena Saut berpuisi laksana telah bicara dengan Tuhan, apakah lantas Saut menghina agama? Ini contoh pemaksaan tidak berdasar," pungkas Sihol. (dd/Lucky)
No comments:
Post a Comment