Jakarta -
Masa periode komisioner Komisi Kejaksaan (Komjak)
Jilid II akan segera usai pertengahan April mendatang. Jelang pergantian
kepengurusan, kinerja lembaga yang dibentuk untuk mengawasi kinerja
para pengacara negara ini justru dipertanyakan.
Koalisi Pemantau Peradilan yang terdiri dari beberapa lembaga swadaya masyarakat seperti Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia serta Pusat Studi Hukum dan Keadilan memberikan rapor merah kepada Komjak.Demikian, dilansir CNN Indonesia.
Koordinator Bantuan Hukum YLBHI Julius Ibrani mengatakan setidaknya terdapat beberapa rekam jejak negatif sembilan komisioner Komjak Jilid II.
Persoalan yang sangat fatal menurut Julius adalah langkah Ketua Komjak Halius Hosen yang mendaftarkan diri menjadi calon anggota legislatif melalui Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) pada pemilu 2014 lalu.
"Dia tidak diberhentikan. Bahkan tidak ada pemeriksaan etik terhadap Halius setelah pencalonan itu," kata Julius di Jakarta, Ahad (29/3).
Harapan mantan jaksa itu untuk duduk di Senayan memang kandas. Meski tak mencantumkan jabatan publik yang dipegangnya dalam daftar riwayat hidup, Komisi Pemilihan Umum tetap mencoretnya.
Persoalan kedua Komjak menurut Koalisi Pemantau Peradilan adalah tidak berjalannya fungsi pengaduan publik. Indikator utama masalah ini adalah tidak adanya laporan hasil penanganan laporan masyarakat.
Julius mencontohkan akhir 2014 lalu LBH Jakarta melapor ke Komjak terkait belum dibebaskannya seseorang bernama Mahdar setelah menjalankan pidana kurungan selama 30 hari.
"Dia divonis dan sudah menjalankan hukumannya. Namun lima hari sejak masa kurungan dia tidak juga dilepaskan. Alasannya tidak ada surat pembebasan dari jaksa," ujarnya.
Bukannya mendapatkan titik terang, kasus ini malah mandek di Komjak. Pada Jumat (23/3), Julius diberitahu Halius, berkas pengaduan hilang dan ia pun diminta mengajukan pengaduan ulang.
Koordinator Bidang Riset Mappi Dio Ashar mengatakan persoalan Komjak yang perlu dibenahi merupakan pengawasan terhadap kinerja jaksa.
"Komjak memiliki kewenangan memberikan laporan langsung ke presiden. Tapi yang kami tangkap, Komjak seperti menempatkan diri di bawah Jamwas (Jaksa Agung Muda Pengawasan). Di mana unsur pengawasan eksternalnya," ucap Dio.
Ke depan, Julius berharap sembilan komisioner Komjak Jilid III dapat mengembalikan keberadaan Komjak di depan para pencari keadilan. "Mereka harus memperbaiki program kerja, indikatornya harus jelas. Lalu membenahi prosedur penerimaan aduan dan pembagian kerja antar anggota," kata dia. (cnni)
Koalisi Pemantau Peradilan yang terdiri dari beberapa lembaga swadaya masyarakat seperti Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia serta Pusat Studi Hukum dan Keadilan memberikan rapor merah kepada Komjak.Demikian, dilansir CNN Indonesia.
Koordinator Bantuan Hukum YLBHI Julius Ibrani mengatakan setidaknya terdapat beberapa rekam jejak negatif sembilan komisioner Komjak Jilid II.
Persoalan yang sangat fatal menurut Julius adalah langkah Ketua Komjak Halius Hosen yang mendaftarkan diri menjadi calon anggota legislatif melalui Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) pada pemilu 2014 lalu.
"Dia tidak diberhentikan. Bahkan tidak ada pemeriksaan etik terhadap Halius setelah pencalonan itu," kata Julius di Jakarta, Ahad (29/3).
Harapan mantan jaksa itu untuk duduk di Senayan memang kandas. Meski tak mencantumkan jabatan publik yang dipegangnya dalam daftar riwayat hidup, Komisi Pemilihan Umum tetap mencoretnya.
Persoalan kedua Komjak menurut Koalisi Pemantau Peradilan adalah tidak berjalannya fungsi pengaduan publik. Indikator utama masalah ini adalah tidak adanya laporan hasil penanganan laporan masyarakat.
Julius mencontohkan akhir 2014 lalu LBH Jakarta melapor ke Komjak terkait belum dibebaskannya seseorang bernama Mahdar setelah menjalankan pidana kurungan selama 30 hari.
"Dia divonis dan sudah menjalankan hukumannya. Namun lima hari sejak masa kurungan dia tidak juga dilepaskan. Alasannya tidak ada surat pembebasan dari jaksa," ujarnya.
Bukannya mendapatkan titik terang, kasus ini malah mandek di Komjak. Pada Jumat (23/3), Julius diberitahu Halius, berkas pengaduan hilang dan ia pun diminta mengajukan pengaduan ulang.
Koordinator Bidang Riset Mappi Dio Ashar mengatakan persoalan Komjak yang perlu dibenahi merupakan pengawasan terhadap kinerja jaksa.
"Komjak memiliki kewenangan memberikan laporan langsung ke presiden. Tapi yang kami tangkap, Komjak seperti menempatkan diri di bawah Jamwas (Jaksa Agung Muda Pengawasan). Di mana unsur pengawasan eksternalnya," ucap Dio.
Ke depan, Julius berharap sembilan komisioner Komjak Jilid III dapat mengembalikan keberadaan Komjak di depan para pencari keadilan. "Mereka harus memperbaiki program kerja, indikatornya harus jelas. Lalu membenahi prosedur penerimaan aduan dan pembagian kerja antar anggota," kata dia. (cnni)
No comments:
Post a Comment