Platmerahnews | JAKARTA -
Pramudya Ananta Toer, pernah membuat studi khusus, apakah perjuangan Raden
Ajeng Kartini memang seperti yang ditulis oleh H Abendanon dalam buku Habis Gelap Terbitlah Terang.
Awal
abad lalu, buku Abendanon memang membuat gempar. Untuk memperkuat argumentasi
apakah memang Abendanon menerima banyak surat dari Kartini, para intelektual
meminta agar Abendanon menunjukkan surat-surat Kartini.
Apa
yang terjadi? Ternyata hanya satu surat saja yang bisa ditunjukkan Abendanon.
Dalam
buku Sang Pemula, Pramudya secara
utuh memuat koran-koran yang memuat "pengadilan intelektual" terhadap
Abendanon. Jadi mengenai Abendanon yang tak bisa menunjukkan bukti surat
Kartini, bukan opini Pramudya, tetapi sesuai dengan berita surat kabar pada
masa itu.
***
Pada
masa penerbitan buku Abendanon, adalah saat-saat menjelang Pemilu di Belanda.
Kuat dugaan, Abendanon yang mendukung partai oposisi, berusaha memojokkan
pemerintah berkuasa, dengan mengembor-gemborkan penderitaan perempuan di Hindia
Belanda (daerah jajahan). Dengan harapan, oposisi memperoleh simpati dari
perempuan di Belanda.
Sehingga
bukan tidak mungkin, sosok RA Kartini memang ada, tetapi perjuangannya, dan
surat-surat Kartini kepada Abendanon, boleh jadi "karangan" Abendanon
sendiri.
***
Rekan
Isti Nugroho, seniman asal Yogya yang kini bermukim di Jakarta, suatu kali pernah
berkisah, ada seorang doktor lulusan Universitas Gajah Mada (UGM) yang menyusun
disertasi sekitar RA Kartini. Antara lain, soal benar tidaknya surat-surat
Kartini.
Hal
yang paling membuat sang doktor heran, sebuah gagasan dalam surat Kartini
kepada Abendanon, adalah gagasan dalam sebuah sajak berbahasa Francis -- yang
belum dipublikasikan pada tanggal surat Kartini.
Pada
masa tanggal surat Kartini, sajak itu masih dalam bahasa Francis, belum
diterjemahkan ke Inggris dan Belanda. Dan dalam situasi kehidupan Kartini
sebagai wanita yang dipingit, adalah mustahil memperoleh sajak itu, dan Kartini
tidak menguasai bahasa Francis.
Jadi
dugaan surat-surat Kartini hanya "karangan" Abendanon semata, semakin
kuat.
Walau
begitu, tak ada yang kurang. Biarlah sejarah mencatat dirinya sendiri.
Perempuan Indonesia memang butuh emansipasi, terlepas dari benar tidaknya
surat-surat Kartini. (Sihol Manullang)
Penulis adalah mantan
wartawan Suara Pembaruan, 1986-2000. Kini Pemimpin Redaksi Baranews.co
No comments:
Post a Comment